A. JUDUL
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM KEHIDUPAN SEBUAH KELUARGA DI DESA JUANALAN, KECAMATAN PATI, KABUPATEN PATI
B. NAMA : GALIH LUMAKSONO
NIM : 3401409002
ROMBEL : 01
C. PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan ini setiap manusia tentunya sangatlah membutuhkan yang namanya rasa kasih sayang dan seorang teman. Untuk memenuhi hal tersebut maka peran seorang pasangan sangatlah dibutuhkan. Dengan adanya seorang pasangan di samping kita maka dalam menjalankan kehidupan tak akan ada rasa kesepian karena ada sosok di samping kita yang selalu menemani dan tempat berbagi baik suka maupun duka. Pada keberlanjutannya untuk lebih memperkokoh hubungan tersebut, kemudian pasangan tersebut masuk ke dalam lembaga perkawinan. Perkawinan merupakan babak baru bagi individu untuk memulai suiatu kewajiban dan berbagi peran yang sifatnya baru dengan pasangannya. Fungsi peran akan menentukan tugas dan kewajiban individu dalam suatu keluarga yang harmonis. Dengan lembaga tersebut akan diperoleh aturan hukum yang melindungi keberadaan hubungan tersebut di dalam masyarakat. Pada masa selanjutnya, kemudian pasangan tersebut menjadi sebuah keluarga yang di dalamnya terdiri dari seorang ayah, ibu, dan anak atau tanpa anak sekalipun. Dalam menjalani kehidupan berkeluarga tentunya tidak semudah dan semulus yang dibayangkan, pasti banyak lika-liku masalah yang harus dihadapi oleh keluarga tersebut. Di sini pengertian dan rasa kebersamaan kekeluargaan sangat dibutuhkan agar pada nantinya semua dapat dihadapi dan sesuai dengan harapan dari masing-masing anggota keluarga tersebut. Namun di sisi lain ada keluarga yang merasa frustasi dan kurang bijak dalam sikap sehingga masalah tersebut menjadi hal yang sangat besar yang kemudian berujung pada tindak KDRT yang dilakukan pada anggota keluarga tersebut.
Perkawinan merupakan upaya untuk menciptakan ”yang dua menjadi satu”. Tetapi proses penyatuan tidak akan pernah terlepas dari struktur yang melingkupi perkawinan tersebut. Dalam kelanjutan persoalan berikutnya, struktur itulah yang memberikan kemungkinan dan berbagai peluang terbentuknya hegemoni patriarkhis. Laki-laki menguasai perempuan dengan menggunakan norma sosial dan aturan-aturan dalam agama untuk memperkuat tindakan tersebut. Secara umum, patriarkhi sendiri merupakan sikap pendominisian terhadap wanita dan alam di sekitarnya oleh seorang laki-laki. Pihak suami kemudian memiliki kekuatan yang mutlak untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Berbagai pendapat, persepsi, dan definisi mengenai KDRT berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Pada umumnya, orang berpendapat bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah urusan intern rumah tangga. Jadi merupakan hal yang bersifat tabu apabila sampai ada campur tangan dari pihak di luar lingkup keluarga tersebut yang kemudian ikut dalam masalah yang sedang terjadi pada kehidupan rumah tangga keluarga tersebut. Jika ada seorang anak atau perempuan disenggol di jalanan umum dan kemudian ia minta tolong maka masyarakat termasuk di dalamnya juga polisi akan segera memberikan pertolongan kepadanya. Namun jika ada seorang perempuan atau anak dipukuli sampai babak belur di dalam lingkup lingkungan rumahnya walaupun ia sudah berteriak minta tolong, oreang akan tetap merasa segan untuk memberikan pertolongan. Hal itu dikarenakan orang merasa tidak pantas apabila mencampuri urusan intern dalam suatu keluarga tertentu. Masyarakat sendiri akan memberikan pertolongan dan aparat polisi akan bertindak setelah akibat kekerasan dalam rumah tangga tersebut sudah menimbulkan jatuhnya korban seperti luka-luka atau bahkan meninggal. Berbagai kabar mengenai tindak kekerasan yang terjadi pada suatu keluarga dan kemudian berujung fatal, terkuak di dalam surat kabar maupun media massa yang beredar di dalam masyarakat. Dan kemudian telah menjadi suatu tern bahwa masyarakat dan aparat berpendapat bahwa diperlukan adanya suatu undang-undang yang tegas sebagai landasan untuk bertindak apabila sewaktu-waktu terjadi tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di dalam kehidupan suatu keluarga.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kemudian penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM KEHIDUPAN SEBUAH KELUARGA DI DESA JUANALAN, KECAMATAN PATI, KABUPATEN PATI.
II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apa penyebab terjadinya tindak KDRT dalam suatu keluarga di masyarakat?
2. Bagaimana bentuk-bentuk tindakan KDRT dan dampak yang terjadi dalam suatu keluarga di masyarakat?
3. Bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk menghentikan dan menghilangkan tindakan KDRT di dalam suatu keluarga?
III. TUJUAN PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian baik itu penelitian yang bersifat ilmiah maupun penelitian sosial dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan penelitian tertentu. Maka dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti adalah :
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindak KDRT dalam suatu keluarga di masyarakat.
2. Untuk menjelaskan bentuk bentuk-bentuk tindakan KDRT dan dampak yang terjadi dalam suatu keluarga di masyarakat.
3. Untuk menjelaskan upaya yang perlu dilakukan untuk menghentikan dan menghilangkan tindakan KDRT di dalam suatu keluarga.
IV. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah:
1) Memperoleh penjelasan apa saja yang menjadi penyebab terjadinya tindak KDRT dalam suatu keluarga di masyarakat.
2) Memperoleh penjelasan mengenai apa saja bentuk-bentuk tindakan KDRT dan dampaknya yang terjadi dalam suatu keluarga.
3) Memperoleh penjelasan upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk menghentikan dan menghilangkan tindakan KDRT di dalam suatu keluarga
4) Dengan penelitian ilmiah ini diharapkan pada nantinya dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan sosial khususnya yang berkaitan dengan lingkup ilmu sosiologi dan antropologi gender.
b. Manfaat Praktis
1) Untuk memenuhi tugas akhir semesteran mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif yang diberikan oleh dosen-dosen penguji.
2) Untuk menambah koleksi kumpulan penelitian ilmiah yang ada di perpustakaan, khususnya yang berkaitan mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga maupun koleksi lain yang sejenis.
3) Dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman untuk menganalisis kasus-kasus mengenai tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi di dalam masyarakat, khususnya yang berada di Desa Juanalan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.
D. LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
I. LANDASAN TEORI
ü Teori Feminisme Radikal
Menurut Jagger dan Rothanberg, para teoretisi feminis radikal menunjukkan bahwa sifat mendasar penindasan wanita lebih besar dari pada bentuk-bentuk penindasan lain (ras,kelas) dalam berbagai hal yaitu menyangkut
1. secara histories, wanita merupakan kelompok pertama yang ditindas
2. penindasan wanita ada dimana-mana dalam semua masyarakat
3. penindasan wanita adalah bentuk penindasan yang paling sulit dilenyapkan dan tidak akan bisa dihilangkan melalui perubahan-perubahan sosial lain, seperti penghapusan kelas dalam masyarakat
4. penindasan wanita menyebabkan penderitaan yang paling berat bagi korban-korbannya, meskipun penderitaan ini barangkali berlangsung tanpa diketahui
5. penindasan wanita memberikan suatu model konseptual untuk memahami semua bentuk penindasan lain (1984:86).
Unsur pokok patriarkhi di dalam analisis feminis radikal adalah kontrol terhadap wanita melalui kekerasan. Carole Sheffield (1984) menegaskan bahwa kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap wanita oleh laki-laki menggambarkan kebutuhan system patriarkhi untuk meniadakan control wanita atas tubuh dan kehidupan mereka sendiri, kekerasan ini terjadi dalam bentuk-bentuk serangan seksual, incest, pemukulan, dan pelecehan seksual terhadap wanita oleh laki-laki. Feminisme radikal memfokuskan pada system patriarkhi di dalam keluarga yang merembes ke seluruh keluarga kebudayaan barat. Wanita menukar mereka dengan perlindungan dari patriarkhis dan dunia yang seringkali terkesan bengis. Penurunan status wanita ke status seksual dan pemilikan kekayaan yang dikontrol oleh laki-laki dilakukan melalui konstruksi sosial keluarga, dan yang lebih baru melalui restu Negara (Borris dan Bordaglio, 1983).
Keluarga dapat dilihat sebagai institusi yang menindas, tempat wanita menyumbang pada penindasan tererhadap mereka sendiri sebagai suatu kelompok, melalui sosialisasi sebagai objek-objek seks dan persamaan simbolis mereka sebagai ”mami” dengan patriotisme ”pastel apel”. Dworkin (1983) mencatat hal itu kerap merupakan tawar menawar yang mematikan, menyumbang pada tingkat yang tinggi dalam perlakuan kejam terhadap istri (spose abuse), pembunuhan dalam keluarga (marital homicide), dan perkosaan dalam keluarga (marital rape).
Di dalam patriarkhis, laki-laki juga mengontrol daya kerja wanita secara formal dan informal, adanya perlawanan dari wanita, memiliki konsekuensi-konsekuensi ekonomi dan sosial bagi mereka sendiri dan anak-anak mereka. Badan-badan Negara yang menjaga kerukunan keluarga dengan biaya tertentu serta perjuangan untuk mengubah perundang-undangan, prosedur-prosedur peradilan, dan campur tangan polisi yang menyokong laki-laki merupakan suatu bukti bahwa Negara menentang ekonomi dan keselamatan wanita (Grossholtz, 1983).
Bila dikaitkan dengan masalah KDRT tentunya sangatlah berhubungan.satu sama lain. Berdasrkan pemaparan tadi dapat dijelaskan bahwa wanita merupakan suatu objek penindasan yang dilakukan oleh sang laki-laki. Dalam suatu keluarga yang menganut unsur patriarkhi, laki-laki merupakan pemegang kendali dari semua tindakan yang dilakukan oleh sang istri. Bahkan ada kontrol yang ketat terhadap segala tindakan yang dilakukan wanita oleh sang suami. Sehingga pada akhirnya kemudian membatasi lingkup gerak dari wanita itu sendiri. Tak ada lagi ruang baginya untuk melawan ataupun memberikan argument, karena apabila sang suami sudah menetapkan suatu keputusan maka hal itu sudah menjadi wajib sifatnya dan tidak menerima segala masukan ataupun alasan apapun. Apabila sampai ada suatu tindakan yang melawan atau membangkang dari keputusan yang ada, maka kekerasan merupakan hal yang wajar dilakukan, karena menurut kebanyakan laki-laki kekerasan merupakan cara yang jitu dan tepat untuk menyelesaikan segala masalah yang dihadapi agar pada nantinya tidak meluas ke aspek lainnya. Di sini hak seorang wanita sudah hilang, dan seakan wanita sudah menjadi umum digunakan sebagai objek kekrasan dalam rumah tangga.
ü Teori Struktural Fungsional
Dalam kerangka pikir teori fungsional structural, masyarakat dipandang sebagai suatu system yang dinamis, yang terdiridari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Dalam hal ini sangat berhub8ngan dengan yang namanya keluarga. Keluarga merupakan satu kesatuan utuh yang terdiri dari 2 orang atau lebih yang mempunyai satu tujuan yang sama untuk memperoleh kebahagiaan hidup dan hidup dalam satu lingkup tempat tertentu. Hal ini menggambarkan bahwa keluarga juga merupakan sebuah system yang apabila salah satu komponen tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik atau disfungsi, maka akn mempengaruhi keberlanjutan keluarga tersebut. Hal-hal yang akan timbul apabila hal tersebut tidak cepat diatasi adalah di antaranya yaitu kekerasan dalam rumah tangga, penyelewengan, dan yang paling akan menimbulkan perceraian di dalam keluarga tersebut. Maka dari itu sangatlah perlu untuk melakukan proses integrasi agar pada nantinya dapat meredam terjadinya suatu perpecahan di dalam suatu system.
Teori fungsional struktural bila dikaitkan dengan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di dalam masyarakat adalah bahwa kekerasan dapat terjadi di dalam suatu keluarga apabila salah satu anggota keluarga belum dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Apabila hal tersebut terjadi maka komponen yang lain akan merasa terganggu dan pada akhirnya akan menuntut untuk pemenuhan kewajiban dari komponen anggota keluarga yang tidak dapat berfungsi tadi.kita ambil misalnya yaitu, ada satu keluarga yang di dalamnya terdapat satu pasangan suami istri dan satu anak. Sang suami bekerja sebagai karyawan pada salah satu perusahaan swasta yang penghasilannya terbilang lumayan. Kehidupan keluarga tersebut pada awalnya terbilang sebrba berkecukupan dan tidak kekurangan lagi. Keluarga tersebut terbiasa dengan pola hidup yang agak mewah karena memang penghasilan sang kepala keluarga yang terbilang cukup lumayan. Hingga pada suatu waktu, entah karena hal apa, sang suami menerima pemecatan dari perusahaan tempatnya bekerja. Hal itu kemudian membuat sang suami merasa jatuh mental dan semangatnya dan yang paling parah merasa tingkat frustasi yang paling tinggi. Istri dan anaknya pun merasa sangat sedih dengan hal tersebut karena mereka sudah merasa nyaman dengan kehidupannya pada waktu sebelum terjadi pemecatan. Awalnya keluarga tersebut masih bisa menerima keadaan tersebut karena memang belum mendapat masalah yang cukup merepotkan. Hingga kemudian tiba pada saat kebutuhan keluarga sudah mulai menipis dan muncul tekanan pada sang suami oleh keluarga untuk berusaha memenuhinya dengan mencari pekerjaan kembali. Namun memang pekerjaan sangat sulit didapat dan juga rasa frustasi yang masih menghinggapi sang suami. Dengan hal tersebut maka akan menyebabkan tingkat emosi yang sangat tinggi pada sang suami. Akibatnya sang istri dan anak kerap menerima tindak kekerasan dari sang kepala rumah tangga tersebut karena tidak dapat mengontrol emosi dan belum bisa memenuhi kebutuhan yang semakin mencekik kehidupan kesehariannya.
Dari contoh peristiwa tadi, dikatakan bahwa sang suami di sini mengalami disfungsi akibat dari pemecatan tersebut. Di sisi lain sang istri dan anak merasa perlu menuntut sang suami karena memang dialah yang menjadi ujung tombak dalam mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun karena sang suami merasa gerah dan frustasi dengan keadaan yang terjadi, kemudian ia luapkan dalam bentuk tindakan kekerasan pada sang istri dan anaknya. Hal ini sesuai dengan konsep teori fungsional structural yang menyebutkan bahwa apabila dalam suatu system terjadi disfungsi maka akan mengganggu stabilitas system tersebut, hal ini yang terlihat jelas pada keluarga di atas tadi.
ü Teori Konflik
Engels menulis bahwa keluarga dalam ekonomi kapitalis adalah sumber dari penindasan terhadap wanita, tetapi baru pada tahun sekitar 1960-1970 dalam analisis keluarga, analisis itu diterapkan. Yang sangat mendorong dalam penggunaanya adalah pemimpin kulit hitam dan aktivis-aktivis wanita yang hendak memperjuangkan terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur keluarga dan di dalam suatu struktur masyarakat tertentu.
Dalam pandangan teori konflik ini menyatakan bahwa konflik dalam suatu keluarga dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang alamiah terjadi di dalam diri manusia. Akses para anggota keluarga terhadap kekuasaan dan sumber daya, berbeda. Ketidaksamaan atau simetri yang melekat pada system keluarga inilah yang merupakan dasar dari konflik, dan ini muncul pada waktu para anggota keluarga mengadakan tawar menawar dan bersaing untuk meraih kedudukan dan hal-hal yang dinilai tinggi. Walaupun ketegangan dan potensi konflik terus menerus hadir, tujuan bersama dan cinta yang timbal balik menyebabkan para anggota saling terikat. Namun di sisi lain terkadang hal itu tidak berjalan sebagai mana mestinya, banyak para anggota keluarga setelah mengalami konflik kemudian malah menjadi pecah dan keterikatan cinta yang semula ada kemudian menjadi luntur. Asumsi lain dari teori ini menanggapi konflik di dalam keluarga adalah bahwa konflik yang terjadi di dalam suatu keluarga dapat membawa akibat positif maupun negative pada keberlanjutan hubungan tersebut, dan apabila konflik itu ditekan maka dapat menimbulkan akibat yang buruk pada anggota keluarga tersebut. Namun apabila apabila konflik tidak muncul di dalam suatu keluarga, bukan berarti kebahagiaan sudah tercipta dan ada dalam kehidupan keluarga tersebut. Karena terkadang pula, apabila salah satu anggota keluarga mempunyai suatu masalah, ia lebih memilih diam dan mencoba memendam masalah itu sendiri, sehingga yang dilihat sepertinya keadaan baik-baik saja namun sebenarnya keadaan yang terjadi adalah sebaliknya.
Hal yang dapat kita contohkan misalnya yaitu dalam suatu keluarga terdiri dari sepasang suami istri dan satu anak. Pada suatu waktu sang istri menemukan keganjilan pada diri suaminya dan ia merasa bahwa ada yang tidak beres pada diri suaminya. Ternyata dugaannnya benar, sang suami mempunyai selingkuhan yang setiap minggu selalu jalan bersama, sehingga sang suami tidak lagi memberikan waktu luang akhir minggunya untuk keluarganya tersebut. Kemudian pada selanjutnya, sang istri mencoba menanyakan kebenaran masalah yang terjadi tersebut kepada suaminya tersebut. Namun sang suami merasa tidak terima dan menganggap bahwa istrinya mengada-ada dan hanya mencari masalah pada dirinya. Dan kekerasan pun menjadi jalan bagi suaminya untuk “membungkam” istri agar hal itu tidak diketahui oleh anak dan kerabat dekatnya. Sang istri tidak mempunyai keberanian yang cukup untuk membeberkan perihal masalah tersebut. Ia sangat menjaga betul masalah tersebut pada sang anak agar pada nantinya keharmonisan hubungan pada keluarganya terutama antara anak dan ayah tetap harmonis. Sehingga pada kelihatannya keluarga tersebut masih harmonis dan hubungan antara masing-masing anggota keluarganya masih berjalan baik-baik saja. Dan juga kerabat dekat pun tidak mengetahui perihal yang terjadi sebenarnya karena tidak ada keterbukaan dari sang istri. Dan pada akhirnya muncullah kebahagiaan semu, maksudnya yaitu bahwa di keadaan seperti yang dilihat masih berjalan baik-baik saja dan terkesan harmonis, tapi pada keadaan yang sebenar-benarnya keadaan tak sejalan sebagaimana mestinya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1) Keluarga
Untuk mempelajari mengenai masalah KDRT tentunya terlebih dahulu harus diketahui mengenai unsur apa saja yang terlibat di dalam tindakan tersebut. Keluarga sebagai unsure paling utama di dalam tindakan tersebut karena yang bertindak sebagai pelaku dan korban juga adalah dari sebuah keluarga. Maka di sini akan coba dijelaskan tentang pengertian dari keluarga dan hal-hal lain yang terkait dengan keluarga.
Istilah keluarga menurut pendapat dari Horton dan Hunt (1987), umumnya digunakan untuk menunjukkan beberapa pengertian sebagai berikut: (1) suatu kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama; (2) suatu kelompok kekekrabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan; (3) pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak; (4) pasangan nikah yang mempunyai anak; dan (5) satu orang entah duda atau janda dengan beberapa anak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) Keluarga adalah sebuah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) ,keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Dari pengertian tadi dapat diambil poin-poin kesimpulan bahwa keluarga adalah :
- Unit terkecil dari masyarakat
-Terdiri atas 2 orang atau lebih
- Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah
- Hidup dalam satu rumah tangga
- Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga
- Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga
- Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing
- Diciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan
Di dalam suatu keluarga tentunya memiliki tahap-tahap keluarga yang merupakan suatu proses terbentuknya suatu keluarga. Tahap-tahap Kehidupan suatu Keluarga itu di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Tahap pembentukan keluarga, tahap ini dimulai dari pernikahan, yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.
2. Tahap menjelang kelahiran anak, tugas utama keluarga untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan.
3. Tahap menghadapi bayi, dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang kepada anak karena pada tahap ini bayi kehidupannya sangat bergantung kepada orang tuanya. Dan kondisinya masih sangat lemah.
4. Tahap menghadapi anak prasekolah, pada tahap ini anak sudah mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebaya, tetapi sangat rawan dalam masalah kesehatan karena tidak mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih. Dalam fase ini anak sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya, dsb.
5. Tahap menghadapi anak sekolah, dalam tahap ini tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas di sekolah anak dan meningkatkan pengetahuan umum anak.
6. Tahap menghadapi anak remaja, tahap ini adalah tahap yang paling rawan, karena dalam tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orang tua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan.
7. Tahap melepaskan anak ke masyarakat, setelah melalui tahap remaja dan anak telah dapat menyelesaikan pendidikannya, maka tahap selanjutnya adalah melepaskan anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga.
8. Tahap berdua kembali, setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress.
9. Tahap masa tua, tahap ini masuk ke tahap lanjut usia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia yang fana ini.
Struktur keluarga yang ada di dalam masyarakat terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah :
1. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama kelurga sedarah suami.
5. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan warga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
Pada dasarnya keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga batih (conjugal family), dan keluarga kerabat (consanguine family). Di bawah ini merupakan penjelasan dari kedua tipe keluarga tersebut.
ü Conjugal Family
Didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari seorang suami, seorang istri, dan anak-anak mereka yang belum kawin. Anak-anak tiri dan anak-anak angkat mempunyai hak wewenang yang kurang lebih sama dengan anak kandungnya, dapat pula dianggap sebagai anggota suatu keluarga batih atau keluarga inti (Horton dan Hunt, 1987:268).
ü Consanguine Family
Keluarga hubungan kerabat sedarah atau consanguine family tidak didasarkan pada pertalian kehidupan suami istri, melainkan pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam pada satu rumah atau mungkin pula berdiam pada tempat lain yang berjauhan. Karena berdasarkan ikatan keturunan atau hubungan darah, maka sifatnya dapat dikatakan stabil, sehingga consanguine family ini tetap ada apabila terjadi perceraian.
Tipe atau bentuk keluarga berdasarkan pendapat dari Anderson Carter adalah di antaranya yaitu meliputi
ü Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak.
ü Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga Inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.
ü Keluarga brantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari satu wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
ü Keluarga Duda / Janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
ü Keluarga berkomposisi (Camposite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
ü Keluarga Kabitas (Cahabitasion) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tapi membentuk suatu keluarga.
ü Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family) karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari beberapa suku hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat.
Secara rinci beberapa fungsi dari keluarga adalah:
ü Fungsi pengaturan keturunan
Fungsi ini dimaksudkan bahwa keluarga merupakan suatu sarana untuk menyalurkan hasrat seksual seseorang kepada lawan jenis dalam lingkup yang telah dilindungi oleh suatu hukum yang bertujuan untuk memperoleh keturunan berupa seorang anak. Meskipun sebagian nasyarakat tidak membatasi kehidupan seks pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat setuju bahwa keluarga akan menjamin suatu proses reproduksi. Karena fungsi reproduksi ini merupakan hakikat untuk kelangsungan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan sosial manusia dan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis saja.
ü Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan
Fungsi ini adalah untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk kepribadiannya. Dalam keluarga, anak-anak mendapatkan segi utama dari kepribadiannya, tingkah lakunya, budi pekertinya, sikapnya, dan reaksi emosionalnya. Jadi dengan kata lain, anak-anak harus belajar norma mengenai apa yang bersifat baik baginya dan norma-norma yang tidak layak dio dalam masyarakat.
ü Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi
Fungsi ini menjelaskan bahwa keluarga merupakan suatu sarana yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan anggota di dalamnya, dimana ada salah satu orang atau lebih yang menjalankan pekerjaan demi mendapatkan imbalan berupa uang. Di sini yang dimaksud adalah seorang ayah atau bapak yang mempunyai tugas untuk memberi nafkah kepada istri dan anak-anak mereka. Di samping itu keluarga merupakan tempat seorang anak untuk bisa memenuhi kebutuhannya dan meminta sesuatu yang ia inginkan untuk dipenuhi oleh sang orang tua. Sesuatu di sini tidak hanya berupa barang tapi dapat juga berupa pendidikan, les privat, asah keterampilan dll.
ü Fungsi Pelindung
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berfungsi untuk melindungi seluruh anggota keluarga dari nberbagai bahya yang dapat mengancam kelangsungan hidup dan keberadaan suatu keluarga. Seluruh anggota keluarga hendaknya bekerjasama untuk saling melindungi satu sama lain yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa nyaman dan tentram di dalam diri masing-masing anggota keluarga tersebut.
ü Fungsi Penentuan Status
Fungsi ini adalah bahwa keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota atau individu sehingga tiap anggota keluarga tersebut dapat mempunyai hak istimewa dan khusus hanya mereka yang memiliki. Hal ini biasanya didapat melalui proses perkawinan. Hak-hak istimewa yang dimaksud adalah misalnya seorang anak yang mendapat gelar kebangsawanan karena merupakan keturunan atau anak dari orang tua yang mempunyai status bangsawan pula.
ü Fungsi Pemeliharaan
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berkewajiban untuk memelihara anggota keluarga yang sedang sakit, menderita, sengsara, atau sudah berumur tua. Fungsi pemeliharaan ini pada kehidupan masyarakat sifatnya berbeda-beda, akan tetapi sebagian masyarakat membebani keluarga dengan pertanggungjawaban khusus terhadapa anggotanya. Namun fungsi ini dapat luntur apabila salah satu anggota keluarga tersebut sudah tidak dianggap lagi dan dikeluarkan dari lingkup suatu keluarga sehingga masing-masing anggota keluarga merasa sudah tidak ada lagi tanggung jawab untuk memelihara anggota keluarga tersebut.
ü Fungsi Afeksi
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berkewajiban untuk memberikan rasa kasih sayang kepada tiap-tiap anggota keluarga yang ada di dalamnya agar mereka dapat merasakan hidup sebagai mana mestinya. Kebutuhan dasar seorang manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa untuk dicintai. Apabila sampai hal ini tidak dipenuhi maka dapat dipastikan bahwa seorang manusia tersebut akan mersa hidup sendiri dan tentunya tidak akan kuat untuk menjalani kehidupan ini. Bahkan, dengan ketiadaan suatu rasa kasih saying atau afeksi akan menggerogoti kemampuan seorang bayi untuk dapat bertahan hidup di dunia.
2) Kekerasan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik. Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai.
Kata kekerasan sepadan dengan kata “violence” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai suatu serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Sedangkan kata kekerasan dalam bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya menyangkut serangan fisik belaka. Dengan demikian, bila pengertian violence sama dengan kekerasan, maka kekerasan di sini merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis.
Menurut para ahli kriminologi, “kekerasan” yang mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu, kekerasan merupakan kejahatan. Berdasarkan pengertian inilah sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dijaring dengan pasal-pasal KUHP tentang kejahatan. Terlebih lagi jika melihat definisi yang dikemukakan oleh Sanford Kadish dalam Encyclopedia of Criminal Justice, beliau mengatakan bahwa kekerasan adalah semua jenis perilaku yang tidak sah menurut kadang-kadang, baik berupa suatu tindakan nyata maupun berupa kecaman yang mengakibatkan pembinasaan atau kerusakan hak milik. Meskipun demikian, kejahatan juga tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan bilamana ketentuan perundang-undangan (hukum) tidak atau belum mengaturnya, seperti kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual. Misalnya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami terhadap isterinya. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, sebab belum ada satu pasal pun yang mengatur mengenai pemaksaan hubungan seksual dilakukan oleh suami terhadap isterinya.
Menurut Handayani, kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang sehingga dapat merugikan salah satu pihak yang lemah. Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang sehingga akibatnya muncul tindak penindasan terhadap salah satu pihak yang menyebabkan kerugian salah satu pihak berupa fisik atau psikis seseorang.
Menurut Nurhadi dan Syahrir (2000:XV) memandang bahwa kekerasan adalah suatu perilaku pemaksaan yang mempunyai unsure persuasive maupun fisik adanya suatu pelecehan. Namun Johan Galburg (dalam Syahrir 2000:XV) memandang bahwa kekerasan adalah suatu penyalahgunaan sumber daya, wawasan, dan hasil kemajuan untuk tujuan lain atau dimonopoli untuk sekelompok orang (Syahrir 2000:X).
3) Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 1 disebutkan bahwa Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga.
Undang-undang di atas menyebutkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga adalah segala jenis kekerasan (baik fisik maupun psikis) yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain (yang dapat dilakukan oleh suami kepada istri dan anaknya, atau oleh ibu kepada anaknya, atau bahkan sebaliknya). Meskipun demikian, korban yang dominan adalah kekerasan terhadap istri dan anak oleh sang suami.
KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri. Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri. Sudah barang tentu pelakunya adalah suami “tercinta”. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan “suami” dapat pula sebagai korban KDRT oleh istrinya. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa segala perbuatan tindakan kekerasan dalam rumah tangga merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia yang dapat dikenakan sanksi hukum pidana maupun hukum perdata.
4) Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Ihromi (1995:519-527) factor yang dapat menimbulkan tindakan KDRT adalah di antaranya yaitu:
ü Kurangnya komunikasi
Komunikasi dalam suatu keluarga merupakan factor utama yang menentukan keharmonisan suatu rumah tangga. Dengan adanya suatu komunikasi maka antara anggota keluarga dapat terbuka kepada satu sama lain mengenai keluhan, uneg-uneg, ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan keluarga tersebut. Apabila sampai tidak ada suatu komunikasi dalam suatu keluarga tersebut maka dapat dipastikan akan memperbesar kemungkinan timbulnya konflik yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga dan hal ini sangat mungkin menimbulkan korban.
ü Penyelewengan
Munculnya orang ketiga dalam suatu hubungan suami istri merupakan masalah besar yang dihadapi oleh pasaangan tersebut. Tak jarang hal itu akan menimbulkan perceraian ataupun mungkin menimbulkan suatu tindakan KDRT. Hal ini mungkin saja terjadi misalnya muncul kejadian seorang suami yang mempunyai wanita selingkuhan, saat sedang kencan tiba-tiba sang istri melihat perbuatan tersebut. Saat berada di rumah sang istri ingin menanyakan kebenaran hal yang dilihat, namun sang suami merasa tidak terima dan pada akhirnya akan berujung pada kekerasan fisik yang dilakukan oleh sang suami kepada istri. Kebanyakan dalam kasus seperti ini yang menjadi tersangka adalah sang suami dan yang menjadi korban adalah sang istri ataupun sang anak yang menjadi pelampiasan dari penyelewengan ini.
ü Citra diri rendah yang rendah dan frustasi
Factor ini biasanya muncul apabila sang suami sedang merasa putus asa dengan pekerjaan yang sedang ia jalani dan kemudian menimbulkan rasa frustasi yang begitu besar dalam dirinya. Di sisi lain sang istri terus menekan sang suami menjalankan tanggung jawabnya memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dengan keadaan yang seperti ini kemudian menyebabkan tingkat frustasi yang begitu membumbung besar pada diri sang suami yang kemudian membuat tingkat emosinya meledak. Maka pada akhirnya akan memicu munculnya tindakan KDRT akibat rasa frustasi dan pemahaman yang rendah di antara anggota keluarga tersebut.
ü Perubahan status sosial
Factor penyebab ini merupakan factor yang sering muncul pada suatu keluarga dalam masyarakat perkotaan dengan tingkat kehidupan ekonomi menengah ke atas. Dengan adanya keadaan demikian kemudian juga membuat tingkat gengsi yang tinggi pada keluarga tersebut. Masalah akan muncul apabila terjadi suatu keadaan misalnya yaitu berkurangnya sumber pendapatan, berakhirnya masa jabatan., dan hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut. Dengan munculnya hal seperti itu kemudian membuat masing-masing anggota keluarga merasa malu dengan orang sekitar dan kemudian memberikan tekanan yang berlebihan kepada pihak yang berperan sebagai mencari nafkah, biasanya sang ayah. Akibatnya akan memicu munculnya potensi KDRT dalam keluarga tersebut.
ü Kekerasan sebagai sumber daya menyelesaikan masalah
Budaya berkaitan erat dengan factor penyebab ini. Dikatakan demikian karena apabila seseorang laki-laki apabila dari sejak lahir sudah berada pada lingkungan yang keras dan terus dididik dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan unsur kekerasan maka saat ia berkeluarga akan menggunakan kekerasan sebagai sarana yang paling tepat dan cepat untuk menyelesaikan suatu masalah. Kekerasan sudan seakan mendarah daging sehingga suatu masalah tidak akan mantap apabila tidak diselingi dengan tindak kekerasan. Misalkan, ada seorang pria yang berasal dari lingkungan keluarga preman. Dari kecil ia sudah dilatih dan terbiasa dengan niulai-nilai kekerasan, saat ingin mendapatkan sesuatu yang ia inginkan maka harus dengan bertengkar untuk memperolehnya. Hingga pada saatnya ia berkeluarga dan mempunyai istri serta anak. Pada suatu waktu muncul masalah yaitu sang anak mendapat nilai yang buruk dalam raport sekolahnya. Sang bapak tidak terima dan kemudian memukuli sang anak karena tidak mampu memenuhi keinginan sang bapak untuk mendapatkan nilai yang baik. Dari sini muncul tindak KDRT pada anak yang dilakukan oleh sang bapak.
Selain itu ada juga hal lain yang juga berpotensi untuk memicu munculnya KDRT di dalam suatu keluarga. Unsur yang menyebabkannya pun berasal dari lingkup keluarga itu sendiri. Hal-hal yang dapat memicu munculnya KDRT adalah
Antar suami istri :
· Terjadi dominasi antar pasangan, bisa sang suami atau istri yang dominan. Maksudnya jika terjadi suatu perselisihan pendapat yang terjadi adalah penyelesaian sepihak (kalah - menang) dan bukan penyelesaian yang baik ( menang - menang).
· Adanya sikap acuh atau tidak mau tahu terhadap apa yang dirasakan atau dialami pasangan. Adanya sikap egosentris yang menonjol.
· Tidak adanya kesatuan nilai dalam keluarga atau inkonsistensi apa yang boleh dan yang tidak boleh.
Antar orang tua dan anak
· Pengalihan tanggungjawab sebagai orang tua, baik kepada pembantu rumah tangga, babysitter, sekolah atau keluarga yang lain.
· Sikap dari orang tua yang berlebihan atau tidak pada porsinya. Misalkan terlalu melindungi, terlalu bebas, terlalu keras bahkan ambisi orang tua yang dibebankan pada anak.
· Banyaknya kata-kata “negatif” yang diucapkan orang tua kepada anak.
· Tidak adanya “QUALITY TIME” antara orang tua dan anak. Sehingga anak “kekurangan” kenangan indah akan orang tuanya.
· Orang tua yang tidak ”open mind” terhadap anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindak kekerasan yang kerap terjadi di dalam masyarakat. Terkadang hal itu dilakukan oleh suami kepada istri maupun sang ayah kepada anaknya. Hal itu sering terjadi karena dipengaruhi oleh banyak hal. Kekerasan yang terjadi pada umunya akan menyebabkan kemunduran mental yang sangat signifikan pada sang korban. Bahkan tak jarang hal itu akan menimbulkan suatu keadaan trauma yang mendalam pada sang korban. Yang lebih parah lagi, tentunya akan menyebabkan kematian pada sang korban yang menerima tindak KDRT tersebut.
5) Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Bentuk tindakan KDRT yang sering terjadi di dalam masyarakat dalam UU RI No. 23 tahun 2004 disebutkan bahwa kekerasan meliputi, yang pertama berupa kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh, sakit, atau bahkan luka berat, misalnya yaitu pemukulan, penamparan, penusukan, dll. Yang kedua adalah berupa kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Misalnya yaitu berupa ancaman pembunuhan, ancaman hidupnya tidak akan tenang, dll. Yang ketiga adalah dalam bentuk kekerasan seksual yang terbagi menjadi 2 macam yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah satu seseorang dalam lingkup rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. Dan yang keempat adalah berupa penelantaran rumah tangga yaitu meninggalkan atau membiarkan keluarga tanpa ada nafkah sedikitpun kepadanya ataupun dengan tidak memberikan kabar apapun kepada pihak tersebut mengenai kepergiannya. Misalnya yaitu seorang suami yang meninggalkan istri dan anaknya karena sebelumnya terjadi pertengkaran dalam keluarga tersebut, namun setelah jangka waktu yang lama tidak ada kabar dan tidak ada pemenuhan kebutuhan pada keluarganya.
Di samping itu, dalam buku “Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial” menyebutkan bahwa kekerasan yang terjadi pada diri seorang wanita meliputi beberapa hal, yaitu di antaranya:
ü Pertama, yaitu dalam bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk di dalamnya di suatu hubungan perkawinan perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang memaksa untuk mendapatkan pelayanan seksual, padahal sang obyek merasa tidak mau dan tidak nyaman dengan hal tersebut.
ü Kedua, aksi pemukulan dan serangan non fisik yang terjadi dalam suatu rumah tangga (Domestic Violence).
ü Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin (Genital Mutilation) misalnya yaitu penyunatan pada seorang anak perempuan.
ü Keempat adalah tindak prostitusi, yaitu berkaitan dengan kekerasan dalam bentuk pelacuran.
ü Kelima, kekerasan dalam bentuk pornografi. Tubuh perempuan dijadikan sebagai objek demi keuntungan yang didapat oleh seseorang.
ü Keenam adalah kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Brencana (Enforced Sterilization).
ü Ketujuh adalah jenis kekerasan terselubung (Molestation) yakni memegang atau ,enyentuh bagian dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dalam kesempatan tanpa kerlaan dari pihak sang wanita.
ü Kedelapan yaitu tindak kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di dalam masyarakat yaitu pelecehan seksual atau sexual and emotional harassment.
Beberapa bentuk pelecehan seksual tersebut meliputi tindakan seperti, (1) menyampaikan lelucon jorok secara vulgar pada seseorang yang dirasakan sangat mofensif, (2) menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor, (3) mengintrogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya., (4) meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau hal yang lainnya, dan yang terakhir (5) menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa selera dan tanpa seijin dari orang yang bersangkutan.
E. METODOLOGI PENELITIAN
1) Dasar Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif, karena agar lebih dapat menggali informasi secara lebih luas dan detail dalam penjelasannya. Di samping itu, dikarenakan agar nantinya dapat menciptakan keefektifan penyampaian inforasi dari penulis dan pembaca. Menurut pendapat Bogdan dan Tylor, dalam Moleong (1988:2), penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.
Dari pendekatan metode Kualitatif tersebut, dapat diartikan bahwa segala informasi yang didapat merupakan bentuk penjelasan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di lokasi penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi pada penelitian ini, tidak boleh ada pengisolasian atau pembatasan informasi yang dilakukan kepada individu terkait yang mempunyai hak untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada peneliti.
Pada penelitian ini bersifat deskriptif, jadi setiap informasi yang disajikan pada penelitian ini adalah berupa analisis berbentuk deskriptif yang di dalamnya merupakan penjelasan dari informasi yang didapat dari pihak informan. Setiap data yang disajikan tidak berupa angka atau rumus-rumus tetapi menggunakan penjelasan data yang bersifat analisis data berupa kata-kata atau gambaran mengenai suatu keadaan yang terjadi. Data yang terkumpul juga berupa catatan-catatan kecil dari peneliti, hasil wawancara atau observasi, dan juga dalam laporan yang disajikan dengan bentuk foto-foto atau gambar yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang mengarah pada penelitian studi kasus. Menurut Salim (2001:93), studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya suatu intervensi dari pihak lain. Hal itu berarti menjadikan penelitian ini merupakan gambaran sebenarnya yang terjadi pada keadaan yang diamati di lokasi penelitian, yang kemudian dianalisis dengan berpedoman pada acuan dan fakta yang ada, yang pada tahap akhir dituangkan dalam bentuk analisis dan penjelasan mendetail mengenai permasalahan pada penelitian ini. Dan juga yang harus digarisbawahi adalah bahwa setiap data dan fakta yang diperoleh terlepas dari adanya tindakan intervensi atau pengaruh dari pihak-pihak tertentu yang berniat mengaburkan atau mengubah data dan fakta yang ditemui dalam lapangan penelitian.
2) Lokasi Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian tentulah mutlak bila dibutuhkan adanya lokasi penelitian, karena lokasi penelitian inilah yang pada nantinya tempat untuk menggali semua informasi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian. Bila sampai tidak ada lokasi penelitian, maka dapat dipastikan pula bahwa penelitian yang dilakukan tidak dapat dibuktikan validitas atau keabsahan data yang diperoleh.
Lokasi penelitian sendiri dapat diartikan sebagai tempat dimana penelitian itu dilakukan, yang di dalamnya terdapat data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut. Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah di Desa Juanalan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Peneliti tertarik memilih lokasi ini karena di samping peneliti sudah mengetahui betul lingkungan daerahnya dan juga ditambah lagi berdasarkan informasi yang didapat dari tokoh masyarakat dan instansi pemerintah yang terkait dengan masalah KDRT, telah terjadi beberapa kali tindak KDRT di lokasi penelitian tersebut. Hal itu lebih dikarenakan karena lokasi ini berisikan penduduk yang umumnya keterogen dan merupakan bagian dari masyarakat perkotaan, yang kemudian membuat pola hidup juga mengikuti pola hidup umumnya yang dilakukan orang-orang yang tinggal di wilayah perkotaan.
3) Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan tahap yang penting dalam melakukan suatu penelitian. Apabila suatu penelitian yang dilakukan tidak mempunyai fokus penelitian, maka dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut tidak layak dilakukan dan dikatakan asal-asalan saja.
Fokus penelitian sendiri merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian kulalitatif, hal tersebut karena suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang kosong atau tanpa adanya masalah, baik masalah-masalah yang bersumber dari pengalaman penelitian atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah. Jadi focus penelitian dalam suatu penelitian kualitatif sebenarnya merupakan masalah itu sendiri. ( Moleong 2002:62)
Berdasarkan konsep tersebut, maka yang dapat menjadi fokus dalam penelitian ini adalah meliputi:
1. Penyebab munculnya tindakan kekerasan dalam rumah tangga
2. Bentuk-bentuk dan dampak dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga
3. Upaya yang dilakukan untuk menghentikan dan menghilangkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga.
4) Subyek Penelitian
Subyek penelitian merupakan orang yang akan diteliti dalam berjalannya sebuah penelitian. Keberadaan subyek penelitian merupakan hal yang sangat mutlak diperlukan. Namun adakalanya juga subyek penelitian tidak dibutuhkan dalam sebuah penelitian, tapi hal itu sangatlah jarang terjadi. Secara keseluruhan subyek merupakan hal yang pokok perlu ada pada sebuah penelitian.
Subyek penelitian pada penelitian ini adalah orang-orang yang mengalami dan juga melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi suami, istri, dan anak. Peneliti melakukan penelitian terhadap subyek dengan cara melakukan pengamatan pada subyek, melakukan wawancara terhadap subyek, serta mengambil gambar atau foto pada subyek tersebut apabila memang hal tersebut dibutuhkan. Alasan peneliti memilih subyek ini adalah karena pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Desa Juanalan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati melibatkan anggota keluarga yang di dalmnya terdiri dari seorang suami, istri, dan anak sehingga kemudian yang pada akhirnya mendorong peneliti untuk menentukan pihak tersebut sebagai subyek penelitian ini.
5) Informan Penelitian
Keberadaan subyek penelitian sangatlah penting pada sebuah penelitian, tetapi keberadaan informan juga tak kalah penting bila dibandingkan dengan subyek penelitian tersebut. Informan sendiri dapat diartikan sebagai orang yang memberikan informasi berkaitan dengan masalah yang diteliti maupun keterangan tentang subyek penelitian (orang-orang yang diteliti).
Untuk itulah pada penelitian kali ini juga sangat dibtuhkan keberadaan seorang informan penelitian. Yang termasuk ke dalam informan pada penelitian ini adalah di antaranya yaitu saudara, kerabat dekat, ketua RT atau RW setempat, tetangga, tokoh masyarakat, dan orang-orang dari instansi pemerintah daerah yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini.
6) Sumber Data Penelitian
Dalam sebuah penelitian, dalam mendapatkan sebuah hasil penelitian tentunya sangatlah dibutuhkan adanya sumber data penelitian. Sumber data penelitian sendiri adalah subyek dari mana data penelitian tersebut dapat diperoleh.
Dalam pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini, peneliti memperoleh sumber data berdasarkan 2 jenis sumber yaitu:
1. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dan dikumpulkan dari objeknya. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan responden dan informan yang ada di lapangan. responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai masalah pada rumah tangganya dan kemudian berujung pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan informan lapangan pada penelitian ini adalah tokoh masyarakat, ketua RT atau RW setempat, tetangga dekat, dan orang-orang yang berasal dari instansi pemerintah daerah yang menangani hal terkait dengan tema penelitian.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh bukan dari objek secara langsung melainkan melalui suatu perantara tertentu. Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari buku-buku, hasil penelitian, dokumen, dan sumber-sumber yang relevan dengan tema penelitian ini.
7) Metode Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian tentulah diperlukan adanya suatu metode yang pada nantinya digunakan sebagai landasan atau acuan untuk melakukan pengumpulan data dari subyek yang diteliti. Tanpa adanya suatu metode tertentu yang digunakan, tentulah mustahil untuk dilakukan suatu penelitian. Untuk itu pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1. Observasi
Istilah observasi berasal dari bahasa latinyang berarti “melihat” dan”memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Metode pengumpulan data berupa observasi adalah suatu usaha untuk mendapatkan gambaran mengenai suatu peristiwa secara kasar (Djarwanto 1990:10). Teknik pengumpulan data observasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu yang pertama observasi non sistematisyang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument penelitian. Dan yang kedua adalah observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan (Arikunto 2006:157).
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembukuan terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Metode pengumpulan data ini dipilih digunakan dalam penelitian ini adalah karena untuk mengetahui bagaimana gambaran mengenai keadaan di lapangan yang terkait dengan tema penelitian, yang kemudian dianalisis sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil observasi (pengamatan) tersebut. Observasi dilakukan secara teratur dan berpedoman pada instrument penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar pada nantinya dapat diketahui secara jelas bagaimana kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh orang-orang yang mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga secara terstruktur dan sistematis.
Observasi yang dilakukan untuk mendapatkan data-data terkait masalah penelitian adalah dengan observasi secara langsung pada warga yang sebelumnya telah dipilih dan juga orang-orang yang telah mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Peneliti melakukan mengamati secara langsung kepada informan dan subyek yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu kemudian peneliti berada pada tempat dimana data tersebut digali agar pada nantinya dapat dilihat dan dicermati keadaan yang sebenarnya terjadi dalam jangka waktu tertentu. Agar hasil penelitian tersebut benar-benar mantap dan tidak terkesan kekurangan data.
2) Wawancara
Dalam penelitian ini selain menggunakan metode observasi, juga dengan ditambah lagi menggunakan metode wawancara. Wawancara sendiri adalah percakapan tertentu oleh dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan yang diwawancarai yang kemudian memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong 2002:135). Selain itu ada yang mengatakan bahwa wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993).
Metode wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan tatap muka yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kepada orang-orang yang bertindak sebagai informan dan subyek penelitian yang telah dipilih sebelumnya. Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang memang mengetahui keadaan yang terjadi berkaitan dengan masalah penelitian dan juga yang mengalami sendiri hal tersebut secara langsung fenomena tersebut.
Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap subyek penelitian dan informan penelitian, hal ini agar dapat diperoleh data semaksimal mungkin yang pada nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam memecahkan masalah pada penelitian ini.
F. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta : Rineka Cipta.
Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia .
Mansour, Fakih. 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Moleong, J. Lexy. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Narwoko, Dwi J. dan Suyanto, Bagong. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Nasaruddin Umar. 2001. Argumen Kesetaraan Jender (Perspektif Al-Quran). Jakarta : Paramadina.
Nasbianto, Elli N. 1999. Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Sebuah Kejahatan Yang Tersembunyi (dalam Syafik Hasyim: Menakar Harga Perempuan). Bandung .
Ollenburger, Jane C. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta : Rineka Cipta.
Pujiyanto, Widhi Ganjar. 2007. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Prespektif Budaya Patriakhl. (Studi Kasus Pada Kelurahan Doplang, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo). Skripsi. Universitas Negeri Semarang .
Rahayu, Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi Dan Wawancara. Malang : Bayumedia.
Republik Indonesia . Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. hal. 5-6.
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga, Tentang Keluarga, Remaja, dan Anak. Jakarta : Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajagrafindo.
Sugiarty dan Handayani Trisakti. 2002. Konsep Dan Teknik Penelitian Gender. Malang : UMM Press.
Thalib, Mohammad. 1995. 40 Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri. Bandung : PT. Irsyad Baitus Salam.
Terima Kasih :D
terima kasih infonya,,ini sangat membantu :)