contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Jumat, 25 November 2011

Feminisme berkembang memang sejak dahulu. Bermula di barat pada tahun 1960-an. Pemicu yang paling dominan adalah berkembangnya kebudayaan manusia sehingga wanita dapat ikut menimba ilmu dan berpikir maju setaraf dengan kaum pria. Dan mulai berpikir kita sebagai manusia harus sama. Walaupun tuhan menciptakan pria dan wanita itu memang berbeda. Karena selama sebelumnya wanita sering dianggap kelas kedua yang dapat disamakan dengan budak dalam bentuk legal. Perlakuan-perlakuan kaum pria pada zaman dulu hingga detik ini yang memicu feminisme terus berkembang.
Feminis adalah gagasan kesetaraan gender. Tapi seharusnya bukan kebebasan dalam arti yang ekstrim sehingga keluar dari tata krama sosial masyarakat. Maksudnya adalah menjadi Ibu Rumah Tangga, hidup berkeluarga atau sebaliknya menjadi wanita karier dan bekerja melakukan dua hal bersamaan adalah sebuah pilihan hidup bagi para wanita itu sendiri. Salah jika kita mengartikan feminis sebagai kekuatan untuk merdeka dan pembebasan moral wanita.
Sebuah film menarik berjudul ” Monalisa Smile ” karya sutradara Mike Newell mengangkat tema tersebut dengan sudut pandang yang berbeda. Dalam film tersebut tokoh dosen bernama Katherine Watson yang diperankan dengan luar biasa oleh Julia Robert mengajar di sebuah universitas khusus wanita yang paling konservatif di Amerika saat itu. Adalah wanita mandiri yang berpikiran maju dan ingin mengubah keadaan konservatif tersebut. Berlatar sekitar tahun 1953, di Amerika ketika wanita pada saat itu masih terisolasi dalam pola pikir tradisional yang membatasi gerakan wanita untuk dapat terus maju dan berkembang dalam hal ini menuntut ilmu lebih tinggi. Pada saat itu wanita atau murid-muridnya dilegalkan atau lebih baik jika setelah lulus mereka harus menikah, berkeluarga dan mengurus anak-anak. Itu yang mereka sebut kodrat. Katherine Watson tidak begitu setuju dengan keadaan itu dan dalam setiap pertemuan mengajar sedikit demi sedikit ia sisipkan rasa pertentangan terhadap sistem tersebut. Seorang muridnya yang sangat cerdas yang ingin (sebenarnya ia hanya berandai-andai) masuk sekolah hukum di Yale. Dengan bantuan dosen itu ia diterima. Tapi di saat terakhir ia melepaskan kursi yang ia dapat di Yale dan memutuskan untuk menikah dengan pacarnya. Itu pilihannya. Sang murid yang bernama Jane berkata ” Dengan menjadi Ibu Rumah Tangga itu tidak akan mengurangi kepintaran dan kecerdasan kita bukan. Ini pilihan Saya” .


Tindakan diskriminatif terhadap perempuan di sektor pekerjaan masih tetap berlangsung. Perempuan dibayar lebih rendah dari laki-laki sekalipun pada bidang dan kapasitas kemampuan yang sama. Pada persoalan promosi, perempuan menempati posisi rendah atau menengah dan jarang ada yang mencapai posisi eksekutif. Inti masalahnya oleh karena adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik dan dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama.
Di beberapa perusahan seperti perbankan dan media massa, hak-hak reproduksi perempuan dipasung. Ada satu contoh yang dekat dengan saya. Seorang teman memutuskan untuk melanjutkan S2 (pascasarjana) tanpa sepengetahuan atasan, dan juga sedang hamil. Ia dihadapkan dengan pilihan dilematis, yaitu memilih untuk tetap sekolah atau berhenti bekerja. "Anda ini serakah sekali, bekerja kemudian sekolah dan hamil..." Begitu lah kalimat melecehkan dari sang atasan. Perempuan ini kemudian mengajukan keberatan kepada pemimpin perusahaan dan kasusnya diakhiri dengan damai. Selain itu, ia diberi cuti hamil sedangkan tindakan diskriminatif sang atasan dipeti-eskan. Kasus ini terjadi di sebuah perusahaan media nomor satu di Indonesia. Beberapa perusahaan dalam realitanya meminta kesediaan para pekerja perempuannya untuk menunda perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun oleh karena dianggap mengganggu produktivitas.
Ketidakadilan jender dialami oleh perempuan berkeluarga yang tetap dikategorikan sebagai perempuan lajang sehingga ia tidak mendapat tunjangan. Lain halnya dengan lelaki yang dianggap sebagai kepala keluarga, sehingga ia berhak mendapat tunjangan. Dalam beberapa kasus, banyak perempuan yang berstatus sebagai single parent, baik dengan alasan perceraian maupun pilihan hidup. Dengan demikian, ia menjadi kepala rumah tangga. Tapi aturan formal menempatkannya sebagai perempuan lajang sehingga ia tidak mendapat hak tunjangan anak.
Contoh kasus wanita yang tetap bertahan sebagai wanita karir walaupun ia juga memainkan peran sebagai ibu rumah tangga :
KOMPAS.com - Sejak belia, Dewi Kamaratih Soeharto tahu apa yang ia mau. Penuh gairah, ia menikmati perjalanan membangun karier. Kini ia menggeluti hukum korporasi. Dengan cinta meluap pula, ia bekerja untuk dunia pendidikan anak-anak. Namun, ”jabatan” terpentingnya adalah ibu bekerja.
Dari Romo dan Ibu, Dewi terinspirasi menjadi seorang profesional, bermanfaat untuk banyak orang, sekaligus menjadi ibu bekerja yang merdeka mengasuh anak-anaknya kelak.
Kemudian, Dewi menjalankan firma hukum yang ia bangun sendiri—sejak tahun 1990 dengan beberapa reorganisasi—sekaligus mendirikan dan memimpin perusahaan jasa manajemen dan konsultansi hak kekayaan intelektual, bidang yang ia dalami kemudian.
Di lingkungan profesi hukum korporasi ia juga aktif dalam berbagai organisasi, salah satunya menjadi pengurus Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal untuk periode ke-4 kalinya.
Namun, hukum korporasi bukan satu-satunya dunia Dewi. Pada 1999, ia membangun Sekolah Cikal bersama Najelaa Shihab. Mulai dari kelompok pra-sekolah, kini berkembang dengan taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan tengah dibangun pula sekolah menengah pertama.
Bagi Dewi, salah satu aset terpenting sepanjang ia berkarier adalah jaringan untuk menebar manfaat.
Saat ditanya motivasinya mendirikan firma hukum sendiri sejak awal berkarier, Dewi mengatakan, ”Saya ingin pekerjaan yang bisa saya lakukan sambil menyusui dan membawa anak kalau perlu. Itu akan lebih leluasa kalau di kantor sendiri.”
Komitmen sebagai ibu bagi ketiga anaknya—Athia (17), Aiman (14), dan Ainaa (6)—tercermin dalam keseharian Dewi melakoni pekerjaan. Ia memberikan ASI eksklusif tiap kali usai melahirkan. Dalam masa menyusui, perjanjian dengan klien atau mitra kerja mencakup kesepakatan untuk menyelingi kegiatan dengan waktu memerah ASI. Pertemuan di luar jam kerja juga dilakukan dengan membawa anak saat masih bayi. ”Stand saya memang ibu bekerja,” ujarnya.
Setelah anak-anaknya menjadi remaja, Dewi menjadwalkan kencan dengan anak di antara agenda pertemuan dengan klien. Kegiatan saat berkencan pun disesuaikan dengan kebutuhan si anak. Seusai pertandingan sepak bola, misalnya, Aiman bisa memilih berkencan dengan ibunya di tempat pijat.

0

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Populer